Menanti Penari,

Oleh. Ases ID

Penari itu tak kunjung tiba, penari yang merelakan setiap jengkal lekuk tubuh mulusnya jadi tontonan setiap mata para keranjang. Yang belum bisa terpuaskan oleh setiap para istrinya yang telah setia menemaninya bertahun bahkan berbelas tahun yang lalu.

Mungkin mereka ingin bernostalgia pada masa lalunya ketika istrinya masih ranum berseri layaknya buah segar yang baru dipetik.

Isi botol-botol itu telah berpindah pada gelas-gelas beling yang entah sudah berapa kali habis oleh mereka dan terisi kembali oleh jari-jari lentik berkutek pink lima perempuan genit yang berlaku nakal.

Gelas surga, itu yang mereka anggap dan bikin terus terulang tertuang ke mulut-mulut gelisah. Ritme musik club malam semakin menderu seperti suara riuh dipacuan kuda yang minggu lalu sempat kulihat.

"Mana si putih itu Jack ? Sudah dua jam neh kita menunggu" Ray berteriak tak mau kalah dengan dentum speaker yang terus memekakan telinga,

"Masih pasang silikon kali, biar tambah yahut.......ha...ha..." dari meja seberang paling jauh terdengar suara lamat-lamat dibalik kerasnya musik , rupanya tubuh kurus bertato naga dilengannya, suara itu bersumber.

Tinggal satu jam lagi jatah mereka diruangan itu, ruang No. 8 yang disewa sepuluh orang rutin, sebulan sekali di setiap awal bulan.

Semua dana sebenarnya sudah disiapkan dari kas perusahaan tempat mereka bekerja, sebaagai dana entertaint biasa mereka bilang.

Mic sudah tak terhitung berpindah tangan, dari sofa kulit hitam ujung depan sampai sudut paling dalam, rasanya sudah tak ada yang terlewat, sebagian dari mereka parau, mungkin mereka itu tak biasa berteriak,

Disitu mereka merasa merdeka dengan dirinya, lepas berteriak dgn lagu-lagu yang dihapal liricnya walau terkadang ngaco,

Setengah jam lagi ruang No. 8 akan diisi oleh member berikutnya, penari itu tak kunjung datang. Suasana mulai ricuh, setelah Ray "sikepala suku" begitu mereka menyebutnya mulai kasar melampiaskan kekesalannya, Perempuan-perempuan genit didepannya menjadi bulan-bulanan mulut-mulut mereka yang tak lagi terkontrol, tangan-tangan yang tak lagi beretika atas komando air-air terkutuk yg telah bersatu dengan darah mereka. Memperdaya otak mereka seperti sigila dijalanan. Situasi semakin tidak terkendali

"Crazzzzk....." pecahan botol menjadi additional perkusi mengiringi musik yang terus beralun, ditambah gelas dipaksa jatuh oleh mereka.

Ruang itu sudah seperti ruang karantina pasen gila yang baru masuk dua menit yang lalu, Mereka terus berteriak mempertanyakan penari itu, penari yang telah membuat mereka berharaf, berharaf bisa menghilangkan hasrat gundahnya, Sekarang mereka mulai merasa kecewa karena telah dibohongi janji manis penari berkulit putih yang melekat ditubuh aduhai.

Setelah dirasa panik dan diluar kendali lima perempuan itu, salah satu diantara mereka, tepatnya yang paling dekat dengan meja operator memencet tombol darurat security,

Tak lama berselang empat pria bebadan tinggi besar masuk ke dalam ruang 8, tanpa basa-basi, apalagi kompromi langsung menarik tubuh-tubuh sempoyongan yang tak habisnya terus meracau dan menantang security dengan menegakan punggung saja sudah tak mampu.

Yang masih sadar terlihat dengan rela hati mereka keluar sambil meununtun temannya yang sudah mulai ambruk tanpa daya.

Aku, yang hanya bisa terdiam menyaksikan mereka, mengikuti mereka keluar. Ruang 8 telah kosong, dengan jejak berantakan dan musik masih terus menderu.

Diteras ruang, mereka menunggu lunglai seperti masih berharaf penari itu akan segera tiba tetapi sampai jam 5 penuh, penari itu tidak tampak juga dan pupus sudah harafan mereka di bilas rasa kecewa yang mendalam.

"Tuhan terima kasih, Kau telah selamatkan untuk kesekian kalinya"

Lingkungan yang tidak baik mungkin bisa saja membawa setiap orang pada keburukan, tapi tidaklah demikian bagi mereka yang selalu mempertahankan prinsif hatinya, prinsif yg selalu berpegang pada nilai-nilai kebenaran, Karena campur tangan Tuhan akan selalu terus menjaganya, dalam situasi dan kondisi apapun...

No comments:

Post a Comment