Segitiga di Pemecutan

Oleh. Ases ID Bakrie

Terik matahari di langit kuta yang menyayat kulit siang itu tak membuatku membatalkan sebuah pertemuan yang telah kujanjikan dengannya. Jam 12.46 terlihat tak sengaja ketika kumelirik satu sisi dinding tempat tidurku, “ Empat belas menit lagi waktu itu akan tiba” gumamku sambil kuraih jaket kulit coklat lusuhku. Kuhampiri garasi disamping rumah dan kutunggangi sepeda motor F1ZR inventaris kantor itu.

Aku pun bergegas memacu karena tak ingin dia menunggu lebih lama dengan kegundahan hati yang semakin menumpuk menjadi kegelisahan yang tak menentu. Dia sebutlah Leni, wanita yang ahir-ahir ini telah menjadi bagian hidupku semenjak aku tinggal di Pulau ini. Ruas-ruas jalan raya di Denpasar waktu itu sangatlah lenggang karena bertepatan dengan hari minggu yang sebagian kendaraan memang terkonsentrasi ke arah kuta, sanur, ubud dan zona wisata lainnya yang ada di bali. Tepat dipasar badung kuberhenti sebentar untuk membeli sebungkus nasi jenggo agar perutku yang belum sempat terisi dari tadi pagi tidak memalukan saat nanti disana. Setelah perutku cukup terisi kulanjutkan perjalananku dan tidak terasa tempat dia yang kutuju sudah semakin mendekat dan aku pun melambatkan sepeda motorku untuk segera menepi lalu masuk ke sebuah gang kecil di pemecutan. Rumah no 14B sudah terlihat didepan mata, tak menunggu lama langsung aku masukan sepeda motor ini ke halaman rumahnya yang kebetulan pintu pagarnya dibiarkan terbuka oleh pemilik rumah.

Senyum manis tersungging dari bibirnya yg tipis, begitulah cara dia menyambutku di teras rumahnya sambil beranjak berdiri menghampiriku. Reflek aku menyapanya dengan salam,

“Assalamualaikkum Len ?”

“Wa’alaikkum salam” Jawab Leni tak lupa senyumnya kembali terlintas.

“Apa kabar Len ? dengan sedikit berbasa-basi kubertanya sambil kubalas senyumannya tak lupa tangan kuulurkan untuk berjabat dengannya.

“Alhamdulillah not bad lah, kaka sendiri gmn kabarnya ? sambil mempersilahkan duduk di kursi rotan terasnya yang warnanya sudah memudar tekena sengatan matahari dan tampias air hujan.

Kutatap wajahnya yang manis itu, walau baru minggu kemarin aku terakhir ketemu denganya, tapi tak pernah bosan rasanya menatap bola matanya yang terlihat ceria yang selalu membuat rasa rindu ini tak tertahankan. Wajah dia memerah saat dia sadar ku lekat memandangnya dan spontan dia memalingkan wajahnya sambil melangkah pergi kedalam, dan mata ini pun masih enggan lepas dari sosoknya walau hanya rambut hitam sebahu sedikit ikal dan belakang tubuhnya yg bisa dilihat akupun sedikit bergumam “sempurna……….” Sampai tak terlihat karena terhalang partisi ruang didalamnya dan barulah pandanganku teralihkan pada bocah kecil yang sedang asyik main kelereng dihalaman rumah.

“BRAAAAAK…………..!!”

Tiba-tiba ada suara keras terdengar seperti benda jatuh ke lantai,

“Aaaawwww…………..!!”

Jeritan pun terdengar menyusul,

Aku pun terkaget ketika ada suara keras dari dalam rumah dan langsung kuberdiri dari tempat duduk dan berlari ke dalam rumah,

………bersambung

No comments:

Post a Comment